Kamu datang, aku riang. Kamu pergi, aku mati.


"Aku berhayal menjadi penulis, membuat tulisan tentang indahnya pertemuan kita yang tanpa rencana." 


kita seolah dipertemukan oleh semesta yang begitu hafal caranya membuat kita bahagia. Lewat obrolan pendek dan tawa saat bersama kita mendefisinikan bahagia. Caramu yang terlalu  bersemangat bercerita selalu menjadi cerita tersendiri bagiku. Sebuah tatapan sesaat yang tak pernah gagal membuatku terpikat.

Lewat singkatnya cerita kita saling berbagi bahagia, tak pernah gagal untuk menghabiskan waktu dengan tawa. Aku mengingatmu sebagai orang yang berhasil membahagiakanku. 

Disini, langit seolah merindu tawa kita. Melalui hujan semesta berpesan, bahwa kita terlalu menyedihkan untuk dipisahkan oleh keadaan. Aku masih disini, menunggu cahaya datang yang membuat sedihku hilang. Menanti senyummu yang dulu selalu menemani hariku. 

Maafkan aku yang belum bisa membiarkanmu pergi dari sempitnya hatiku. Nyatanya, aku begitu lemah dalam hal mendamaikan dan menenangkan perasaan. Seperti kehilangan denyut nadiku yang dulu selalu berdenyut kencang saat gubahan katamu menelusup ke sanubari, dan menari-nari di dalam pembuluh arteri ku.

Sayang, apakah disana ada Bahagia?
Seperti yang selalu diceritakan hatiku saat kita bertemu.
Seperti yang selalu kita ceritakan kepada Tuhan sehabis menghabiskan waktu bersama.
Seperti halnya langit yang memuja senja, dan kita yang menghabiskan cahaya dengan renyahnya tawa.

Aku rindu kita yang merasa kehilangan saat tak bersama.
Aku rindu kita yang selalu bisa mencipakan surga sendiri dengan bercanda dan menertawakan kita.

Hujan disini mengingatkan, bahwa aku belum siap untuk kehilangan.